Pamekasan - Tokoh ulama Madura K.H. Munif Sayuti menyatakan, penyiksaan
terhadap hewan dalam karapan sapi hukumnya haram dan perlu dihentikan.
Pernyataan ini disampaikan K.H. Munif menyusul masih adanya penyiksaan
dalam pelaksanaan karapan sapi yang digelar di stadion Soenarto
Hadiwdjojo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Minggu.
Menurut hukum Islam, kata Munif, penyiksaan dalam bentuk apapun dan
terhadap hewan sekalipun, sebagaimana terjadi pada pelaksanaan karapan
sapi di Madura.
"Itu sangat menyimpang dari hukum Islam, dan hukumnya haram," kata Munif Sayuti kepada ANTARA.
Munif yang juga ketua Front Pembela Islam (FPI) Pamekasan ini juga
menyatakan mendukung gagasan tokoh muda dan sejumlah tokoh tua Madura
lainnya yang menginginkan agar penyiksaan dalam pelaksanaan karapan
sapi, seperti memukul dengan paku dan berbagai jenis penyiksaan lainnya
yang selama ini biasa dilakukan hendaknya dihapus.
Caranya, kata Munif, pemerintah daerah harus mengeluarkan kebijakan
melarang peserta karapan sapi melakukan penyiksaan. "Atau menganggap
kalah pasangan sapi karapan yang menggunakan kekerasan, meski sapinya
terlebih dahulu sampai ke garis finis," katanya.
Munif yang juga dikenal sebagai tokoh ulama yang sangat komitmen dengan
aturan Islam ini menyatakan, pada dasarnya karapan sapi tidak dilarang,
meski ada sebagian ulama yang mengharamkan, karena karapan sapi
merupakan jenis budaya. Namun akhirnya menjadi haram karena ada unsur
penyiksaan yang dilakukan oleh joki sapi karapan dan dibiarkan oleh
pemerintah.
"Kalau karapan sapinya tidak masalah, itu kan masuk budaya. Yang bermasalah adanya penyiksaan itu," terang Munif.
Oleh sebab itu, pihaknya akan meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pamekasan agar mengeluarkan fatwa haram terhadap penyiksaan dalam
pelaksanaan karapan sapi itu.
Atas dasar itu, pemkab-pemkab di Madura bisa menerbitkan perda yang melarang penyiksaan hewan dalam karapan sapi.
Pendapat senada disampaikan tokoh muda Madura, Sulaisi Abdurrazak yang
menyatakan, akibat adanya praktik penyiksaan dalam pelaksanaan karapan
sapi tersebut, kini citra karapan sapi menjadi negatif bagi sebagian
warga di luar Madura.
Padahal, pada awalnya karapan sapi yang ada dan berkembang di Madura dan kini menjadi ikon budaya Madura itu tanpa kekerasan.
Sementara itu Ketua Sementara DPRD Pamekasan Iskandar menilai, tradisi
kerapan sapi yang terjadi saat ini sudah menyimpang dan cenderung
menodai citra positif kebudayaan warga Madura yang sudah dikenal luas
masyarakat di tingkat nasional dan internasional.
Meski demikian, Iskandar menyatakan, butuh waktu untuk menghapus tradisi
penyiksaan dalam pelaksanaan karapan sapi tersebut, seperti melakukan
sosialisasi kepada para pemilik sapi dan melakukan musyawarah dengan
berbagai pihak untuk menghapus tradisi penyiksaan tersebut.
"Harapan saya, pada lomba tahun depan tidak ada lagi penyiksaan sebagaimana terjadi saat ini," katanya.
Jenis penyiksaan yang sering terjadi pada pelaksanaan karapan sapi itu
ialah dengan memukulkan paku pada pantat sapi agar lari sapi kencang dan
capat sampai di garis finis. Tidak hanya itu, pemilik sapi juga
mengoleskan balsem pada kedua mata dan dubur sapi dengan tujuan sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar